Rabu, 19 Januari 2022

KISAH JAKA TARUB - Karya Tira Ikranegara

Al-kisah dahulukala di pinggiran sebuah desa  hidup seorang janda yang disebut Nyi Randa Tarub. Sejak suaminya meninggal dunia dia hidup sendirian karena tidak punya anak, ia menginginkan seorang anak. pada suatu hari dia berziarah kekubur suaminya, ia kaget setengah mati. Sebab di sana berdiri seorang laki - laki dengan menggendong bayi yang sedang menangis.

" Nyi Randa Tarub.....! Apakah benar kau menginginkan seorang anak?" tanya lelaki itu yang tak lain adalah ki Ageng Gribig.

" Kisanak ini siapa?"tanya Nyi Randa Tarub dengan heran.

"Aku adalah ayah dari anak ini, tapi aku tidak bisa memelihara sekarang ini. Karena aku masih harus berkelana keseluruh Tanah Jawa. Maukah kau membesarkan anak ini?"

"Kisanak tentu saja aku mau, sudah lama aku mendambakan seorang anak....." 

"Kalau begitu terimalah anak ini.....anggap seperti anakmu sendiri.

"Terimakasih Tuhan......! Terimakkasih.....Engkau mengabulkan permintaaku untuk mempunyai seorang anak.."

Demikian bayi itu diasuh oleh Nyi Randa Tarub hingga dewasa karena ia tinggal di desa Tarub maka ia disebut dan dipanggil  pula  dengan nama  JAKA TARUB.

Setelah dewasa, ia tumbuh menjadi seorang pemuda  yang tampan. la gemar sekali berburu binatang dengan menggunakan sumpit. Jaka Tarub seorang anak yang baik selalu membantu Nyi Randa Tarub.

Suatu hari, pagi-pagi sekali Jaka Tarub sudah berjalan pergi menyusuri hutan, namun sampai setengah harian tak seekor hewan buruan tampak. Ketika sedang duduk melepas lelah tiba-tiba terdengar suara beberapa wanita, dengan ragu-ragu ia mencari arah datangnya suara itu.

Jaka Tarub tertegun ternyata ada empat gadis tengah mandi di telaga kecil di tengah hutan. Di dalam benaknya timbul pikiran keinginan nakal. Dengan mengendap-endap ia mengambil salah satu dari tumpukan pakaian itu, tak lama kemudian terdengar suara dari salah satu bidadari itu.

"Adik-adik hari segera gelap. Mari kita kembali ke kahyangan!" Para bidadari itu segera berpakaian dan bersiap-siap kembali ke kahyangan. Tapi salah seorang diantaranya yang merasa kehilangan pakaiannya menjadi panik.

"Hilang? Bagaimana mungkin? Ayo kita cari!" kata bidadari yang lain. Ketiga bidadari yang lain dengan segera mencarikan pakain yang hilang itu. 

Hingga akhirnya. “Oh....., hari sudah demikian sore. Kita harus cepat kembali!” kata salah satu bidadari itu. 

Nawang Wulan hanya bisa menangis menyesali nasibnya, ia tetap berendam di dalam air telaga. Ia berujar, siapa yang  bisa menolong memberi pakaian kalau perempuan akan dijadikan saudara tapi kalau serorang laki-laki orang itu akan di jadikan suaminya. Beberapa saat kemudian muncullah Jaka Tarub.

"Nisanak apa sebenarnya yang telah terjadi? Mengapa kau menangis di dalam tealaga?"

"Aku....aku....tidak bisa keluar dari dalam air ini karena pakaianku hilang ..."

"Untuk sementara pakailah jarik ini untuk menutup tubuhmu," kata Jaka Tarub sambil mengulurkan tangannya memberikan kain jarik.

“Terima kasih Kisanak, namaku Nawang Wulan, siapakah namamu?”

“Orang memanggilku Jaka Tarub...!” Kata Jaka Tarub dengan gugup.

Dewi Nawang Wulan kemudian dengan jujur menceritakan kejadian sebenarnya. Bahwa ia adalah seorang bidadari dari kahyangan dan lelaki yang menolong akan dijadikan suami. 

Akhirnya Dewi Nawang Wulan tinggal di rumah Nyi Randa Tarub. Dan Jaka Tarub memperistri Dewi Nawang Wulan, tak lama kemudian Nyi Randa Tarub meninggal dunia

Beberapa tahun kemudian Dewi Nawang Wulan melahirkan seorang bayi perempuan yang diberi nama Nawangsih. Mereka hidup bahagia. Terlebih lagi ada satu keajaiban, padi yang di lumbung mereka tak pernah habis padahal setiap hari menanak nasi untuk keluarganya.

Tetapi pada suatu hari terjadi peristiwa yang merupakan sebuah permulaan malapetaka. Nawang Wulan berpesan pada suaminya "Kakang Jaka, aku sedang menanak nasi tolong kau jaga Nawangsih buang  air, aku akan membersihkannya ke sungai. Dan jangan kau buka tutup kukusan itu!"

Sepeninggalan istrinya. Jaka Tarub sedikit heran dengan pesan itu. Rasa herannya menjadi  rasa ingin tahu. Perlahan-lahan dibukanya tutup kukusan itu. Alangkah terkejutnya Jaka Tarub ketika mengetahui isi di dalam kukusan itu hanya setangkai padi. 

Setelah pulang dari sungai, Dewi Nawan Wulan tahu bahwa suaminya telah membuka tutup kukusan itu, ia menjadi terkejut dan marah. Semenjak itu Nawang Wulan harus bekerja keras menumbuk padi karena kesaktiannya telah musnah. Jaka Tarub menyesal karena kelancangannya, istrinya harus bekerja keras.

Karena setiap padi harus ditumbuknya, maka padi dalam lumbung kini menjadi cepat susut. Ketika Dewi Nawang Wulan mengambil padi dalam lumbung, pandangannya menatap sebuah benda. Benda itu diambilnya dan alangkah terkejutnya ketika ia mengetahui benda itu.

“Oh, ini kan pakaianku yang hilang. Apa Kakang Jaka yang mengambilnya? Tapi kenapa ia pura-pura tak tahu?”

Dewi Nawang Wulan segera mengenakan pakaian itu yang memang pas di tubuhnya. Kemudian Dewi Nawang Wulan keluar dari lumbung dan dengan wujud seorang bidadari dan tiba -tiba berpamitan pada Jaka Tarub. 

"Kakang Jaka, Aku mohon pamit akan kembali ke kahyangan”

“Dewi.....tunggu dulu! Memang aku salah, maafkan aku! Kau harus ingat akan anak kita!” 

“Kau telah menipuku selama ini Kakang! Aku memang tak sampai hati meninggalkan Nawangsih. Tapi aku terpaksa”.

“Kau boleh melupakanku. Tapi.....anak kita?”

“Anak tetap anak, aku akan tetap menyusui Nawangsih tiap malam. Kau buatkan dangau dekat pondok kita dan taruhlah Nawangsih di sana.”  

Dengan hati teriris Jaka Tarub menyaksikan istrinya terbang ke angkasa. Semenjak itu, setiap malam Nawang Wulan datang menyusui anaknya dan bercengkerama sampai anaknya tertidur.  Setelah anaknya tertidur, Dewi Nawang Wulan terbang lagi ke kahyangan.

Jaka Tarub hanya bisa memandangi kedatangan dan kepergian istrinya dengan sejuta penyesalan. "Ah.....seandainya aku tidak membuka kukusan itu," demikian sesal Jaka Tarub.

Dewi Nawang Wulan memang bisa disuntingnya. Tapi kodratnya bidadari tidak sejajar dengan manusia. Dan Dewi Nawang Wulan tidak tahan hidup di bumi dengan penuh kesusahan dan kesengsaraan.

Demikianlah kisah Jaka Tarub dengan Dewi Nawang Wulan.

0 comments:

Posting Komentar

Pencarian